OM SWASTYASTU SELAMAT DATANG DI BLOG PASRAMAN PURNALINGGA

PURA BESAKIH

Pura Ini terletak di Karangasem Bali

Pura Gunung Salak

Merupakan Pura Terbesar Di Jawa Barat

Pura Gunung Salak

Terletak Di Kaki Gunung Salak Bogor

Pura Tanah Lot

Pura ini merupakan bagian dari Pura Dang Kahyangan di Bali, sebagai tempat memuja dewa-dewa penjaga laut. Pura ini akan kelihatan dikelilingi air laut pada saat air laut pasang. Di bawahnya terdapat goa kecil yang didalamnya ada beberapa ular laut yang mempunyai ciri-ciri berekor pipih seperti ikan, berwarna hitam berbelang kuning. Menurut cerita ular laut tersebut adalah jelmaan dari selendang perdiri pura yaitu seorang Brahmana dari Jawa yang mengembara ke Bali. Beliau adalah Dang Yang Nirartha. Ular itu diutus sebagai ular penjaga pura ini.

Pura Besakih

Pura besakih adalah Pura yang terbesar di Pulau Bali. Pura Ini terletak di bawah kaki Gunung berapai yaitu Gunung Agung di daerah Karang Asem Bali.

Minggu, 20 Juli 2014



GALERI FOTO 
PERSEMBAHYANGAN BERSAMA
 MURID PASRAMAN PURNALINGGA PADA HARI SUCI SIWALATRI
DI PURA PENATARAN AGUNG JAGAD KERTHA TAMAN MINI INDONESIA INDAH
29 JANUARI 2014










 GALERI FOTO 
PEMILIHAN ORGANISASI SISWA INTRA PASRAMAN (OSIP) 
PASRAMAN PURNALINGGA, PONDOKGEDE, BEKASI
MASA BHAKTI 2014-2015


























Jumat, 20 Juni 2014

Ganesh Mantra

Mantram Puja Tri Sandhya

Semadi

Semadi atau meditasi adalah praktik relaksasi yang melibatkan pelepasan pikiran dari semua hal yang menarik, membebani, maupun mencemaskan dalam hidup kita sehari-hari.[1] Makna harfiah meditasi adalah kegiatan mengunyah-unyah atau membolak-balik dalam pikiran, memikirkan, merenungkan.[2] Arti definisinya, meditasi adalah kegiatan mental terstruktur, dilakukan selama jangka waktu tertentu, untuk menganalisis, menarik kesimpulan, dan mengambil langkah-langkah lebih lanjut untuk menyikapi, menentukan tindakan atau penyelesaian masalah pribadi, hidup, dan perilaku.[2]
Dengan kata lain, meditasi melepaskan kita dari penderitaan pemikiran baik dan buruk yang sangat subjektif yang secara proporsional berhubungan langsung dengan kelekatan kita terhadap pikiran dan penilaian tertentu.[3] Kita mulai paham bahwa hidup merupakan serangkaian pemikiran, penilaian, dan pelepasan subjektif yang tiada habisnya yang secara intuitif mulai kita lepaskan.[3]Dalam keadaan pikiran yang bebas dari aktivitas berpikir, ternyata manusia tidak mati, tidak juga pingsan, dan tetap sadar.[4]
Guru terbaik untuk meditasi adalah pengalaman.[5] Tidak ada guru, seminar, atau buku-buku meditasi yang dapat mengajarkan secara pasti bagaimana seharusnya kita melakukan hidup bermeditasi.[5]
Setiap orang dapat secara bebas memberikan nilai-nilai tersendiri tentang arti meditasi bagi kehidupannya.[6] Oleh karena hanya dengan mempraktekkan semadi dalam hidup, orang bisa merasakan manfaat suatu perjalanan semadi.[6] Ada banyak arti tentang semadi, di antaranya adalah:[7]
  1. Jalan untuk masuk dalam kesadaran jiwa.
  2. Jalan untuk introspeksi diri.
  3. Jalan untuk berkomunikasi dengan sang pencipta.
  4. Jalan untuk mengubah hidup.
  5. Jalan untuk meraih ketenangan batin.

Manfaat dan kegunaan semadi

Semadi atau meditasi sering diartikan secara salah, dianggap sama dengan melamun sehingga meditasi dianggap hanya membuang waktu dan tidak ada gunanya.[5] Meditasi justru merupakan suatu tindakan sadar karena orang yang melakukan meditasi tahu dan paham akan apa yang sedang dia lakukan.[5]
Manfaat meditasi yang kita lakukan bisa secara langsung maupun tidak langsung kita rasakan secara fisik.[6] Salah satu manfaat tersebut adalah kesembuhan yang kita peroleh, jika kita menderita sakit tertentu.[6] Dari sudut pandang fisiologis, meditasi adalah anti-stres yang paling baik.[8] Saat anda mengalami stres, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, pernapasan menjadi cepat dan pendek, dan kelenjar adrenalin memompa hormon-hormon stres.[8]
Selama anda melakukan meditasi, detak jantung melambat, tekanan darah menjadi normal, pernapasan menjadi tenang, dan tingkat hormon stres menurun.[8] Selama meditasi, lama-kelamaan Anda bisa mendengarkan denyutan jantung, bahkan lebih lanjut lagi Anda dapat mengkoordinasikan irama denyut jantung dengan irama keluar masuknya napas.[9]Di masa lalu testimoni mengenai manfaat meditasi datang hanya dari orang-orang yang mempraktikkan meditasi.
Saat ini ilmu pengetahuan menunjukkan manfaat meditasi secara objektif.[10] Riset atas para pendeta oleh Universitas Wisconsin menunjukkan bahwa praktik meditasi melatih otak untuk menghasilkan lebih banyak gelombang Gamma, yang dihasilkan saat orang merasa bahagia.[10]
Dari penelitian terungkap bahwa meditasi dan cara relaksasi lainnya bermanfaat untuk mengatasi gangguan fungsi ginjal dengan meningkatkan produksi melatonin dan serotonin serta menurunkan hormon stres kortisol.[1]
Dr. Herbert Benson, seorang ahli jantung dari Universitas Harvard, adalah orang pertama yang dengan penuh keyakinan menggabungkan manfaat meditasi dengan pengobatan gaya barat.[11] Secara ilmiah, ia menjelaskan manfaat-manfaat dari meditasi yang telah dipraktikkan orang selama berabad-abad.[11] Manfaat meditasi:[12]
  • Apabila anda secara rutin melakukan meditasi, organ-organ tubuh dan sel tubuh akan mengalami keadaan baik dan bekerja lebih teratur.
  • Mampu mengatur dan mengendalikan orang lain serta memaafkannya.
  • Mampu mengerti orang lain dan memaafkannya.
  • Selalu bertekun dalam hidup yang baik, sebagai pembawa berkat bagi sesama.
  • Mampu menerima suka dan duka, kesulitan, dan kebaikan hidup dengan baik.

Cara melakukan semadi

Praktik semadi atau meditasi adalah alami dan bukanlan praktik baru atau impor di Indonesia.[13] Ada banyak cara untuk bermeditasi, termasuk meditasi sebagai gerakan atau tarian dan meditasi atas bunyi, musik, dan visualisasi.[13] Ada yang melakukannya sambil bervisualisasi, ada yang melakukannya sambil berkontemplasi ke dalam sebuah konsep (misalnya tentang cinta, kasih sayang, persahabatan, atau Tuhan), ada yang melakukannya sambil merapal mantra atau melakukan afirmasi (meneguhkan diri dengan mengucapkan kalimat-kalimat yang dapat memberikan motivasi), ada yang melakukannya sambil memandangi cahaya lilin, dan ada juga yang bermeditasi sambil mempertajam sensitivitas indra tubuh dan menghayatinya.[14]
Untuk melakukan meditasi, Anda harus dapat menurunkan frekuensi gelombang otak terlebih dulu dengan cara relaksasi.[15] Kenali irama gelombang yang mengalir yang sering mengacaukan peningkatan kesadaran dalam meditassi agar dapat menemukan cara yang khas untuk membuatnya menjadi selaras.[16] Ada banyak buku bagus mengenai teknik bermeditasi, tapi berikut dasar-dasarnya:[17]
  • Cari tempat yang tenang.
  • Kenakan pakaian yang longgar dan nyaman.
  • Bagi sebagian orang duduk bersila terasa tenang. Anda boleh duduk di atas bantalan atau handuk. Anda juga bisa menggunakan kursi, tapi usahakan duduk hanya pada setengah bagian depan kursi. Ada orang-orang yang suka memakai handuk atau syal pada bahu untuk mencegah kedinginan.
  • Bahu Anda harus rileks dan tangan diletakkan di pangkuan.
  • Buka mata setengah tanpa benar-benar menatap apa pun.
  • Jangan berusaha mengubah pernapasan Anda biarkan perhatian Anda terpusat pada aliran napas. Tujuannya adalah agar kehebohan dalam pikiran Anda perlahan menghilang.
  • Lemaskan setiap otot pada tubuh Anda. Jangan tergesa-gesa, perlu waktu untuk bisa rileks sepenuhnya; lakukan sedikit demi sedikit, dimulai dengan ujung kaki dan terus ke atas sampai kepala.
  • Visualisasikan tempat yang menenangkan bagi Anda. Bisa berupa tempat yang nyata atau khayalan.
Waktu yang baik untuk melakukan meditasi adalah antara pukul 02.00-04.00 dini hari atau subuh.[18] Namun, jika waktu tersebut tidak memungkinan maka dapat dipilih waktu yang cocok tanpa gangguan saat melakukan meditasi.[18]
(mw/pl/gg/wp)

Rujukan

  1. ^ a b Vitahealth, "Gagal Ginjal: Informasi Lengkap untuk Penderita dan Keluarganya", Gramedia Pustaka Utama, 9792234403, 9789792234404.
  2. ^ a b Drs. Agus M. Hardjana, M.Sc., Ed., "Komunikasi Interpersonal dan Intrapersonal", Kanisius, ISBN 9792107037, ISBN 9789792107036.
  3. ^ a b Bumbunan Sitorus, "Be Still", Elex Media Komputindo, ISBN 9792722645, ISBN 9789792722642.
  4. ^ Anand Krishna, "Meditasi untuk Manajemen Stres & Neo Zen Reiki untuk Kesehatan Jasmani dan Rohani", Gramedia Pustaka Utama, 2001, ISBN 9796059126, ISBN 9789796059126.
  5. ^ a b c d Tjiptadinata Effendi, "Meditasi: Jalan Meningkatkan Kehidupan Anda", Elex Media Komputindo, ISBN 9792030875, ISBN 9789792030877.
  6. ^ a b c d Tjiptadinata Effendi, "Meditasi Jalan Menuju Kesembuhan Lahir dan Batin", Elex Media Komputindo, ISBN 9792070109, ISBN 9789792070101.
  7. ^ Tjiptadinata Effendi, "Never Ending Meditation", Elex Media Komputindo, ISBN 9792701893, ISBN 9789792701890.
  8. ^ a b c "Panduan Holistik Kehamilan-hc", Kaifa, ISBN 9793659955, ISBN 9789793659954.
  9. ^ Riant Nugroho Dwijowijoto, "Otonomi daerah: desentralisasi tanpa revolusi : kajian dan kritik atas kebijakan desentralisasi di Indonesia, Bagian 4", Elex Media Komputindo, 2000, ISBN 9792017895, ISBN 9789792017892.
  10. ^ a b Melani, "Be Optimal: Reach Real Success in", Elex Media Komputindo, ISBN 9792743804, ISBN 9789792743807.
  11. ^ a b Bob Losyk, "Kendalikan Stres Anda", Gramedia Pustaka Utama, ISBN 9792225692, ISBN 9789792225693.
  12. ^ Th. Aq. M. Rochadi Widagdo, Pr., "Meditasi Itu Keheningan: Pedoman Praktis Berdoa", Kanisius, ISBN 9792106855, ISBN 9789792106855.
  13. ^ a b Lama Surya Das, "Awakening to The Sacred", Gramedia Pustaka Utama, ISBN 9796868830, ISBN 9789796868834.
  14. ^ "Hidup Sehat dan Seimbang dengan Yoga", Qanita, ISBN 9793269472, ISBN 9789793269474.
  15. ^ Aribowo Prijosaksono & Sri Bawono, "Control Your Life", Elex Media Komputindo, ISBN 9792031383, ISBN 9789792031386.
  16. ^ Bambang Sudewo, "Buku Pintar Hidup Sehat Cara Mas Dewo", AgroMedia, ISBN 9790062397, ISBN 9789790062399.
  17. ^ DR. Peter J. D`Adamo, Catherine Whitney, "Genotype Diet", Gramedia Pustaka Utama, ISBN 9792238336, ISBN 9789792238334.
  18. ^ a b "Care Your Self Hipertensi", Niaga Swadaya, ISBN 9793927380, ISBN 9789793927381.

 


 


 

Surya Namaskar

Surya Namaskar (Sun Salutation) yang sangat biasa dilakukan di kebanyakan bentuk yoga, awalnya merupakan ritual penyembahan kepada Surya, dewa Veda surya. Surya, dewa Hindu surya dengan berkonsentrasi pada Matahari, untuk vitalisasi.

http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQyc8YDajbTLwpKLA6qL0P54FypI-2XvXSlIrXC_W9kpY8Qton1Dalam pengajaran Hindu, matahari adalah “mata dunia” (loka chakshus) yang artinya melihat dan menyatukan semua sendiri, gambar dan jalan menuju ilahi.
Salah satu cara menghormati matahari adalah melalui “asana” urutan postur dinamis Surya Namaskar (lebih dikenal sebagai Sun Salutation). Namaskar dalam bahasa Sanskerta berasal dari Namas, yang berarti “untuk tunduk pada” atau “untuk dipuja.” (Ungkapan yang akrab digunakan untuk menutup kelas yoga yaitu, namaste-te berarti “Anda”-juga berasal dari akar ini.) Setiap Sun Salutation dimulai dan diakhiri dengan tangan-bergabung mudra (gesture) menyentuh ke jantung. Penempatan ini tidak kebetulan, hanya hati dapat mengetahui kebenaran.
Tempat duduk kebijaksanaan para yogi ada di dalam hati, yang biasanya diasosiasikan dengan emosi kita, dan bukan otak. Dalam yoga, otak sebenarnya dilambangkan dengan bulan, yang memantulkan cahaya matahari tetapi tidak menghasilkan cahaya sendiri. Ini jenis pengetahuan yang berharga untuk menangani urusan duniawi, dan bahkan perlu sampai batas tertentu untuk tahap yang lebih rendah dari latihan spiritual.
Dari pembahasan diatas saya mengambil kesimpulan bahwa Surya Namaskar adalah Tunduk dan Menyembah kepada Matahari. Seperti penjelasan sebelumnya pengertian matahari “mata dunia” adalah gambaran emosi kita. Emosi yang ditundukkan lebih rendah sehingga hati kita menjadi bersih.
Dalam melakukan Surya Namaskar terdapat 8 postur dasar, yaitu:
- Tadasana (Mountain Pose)
- Urdhva Hastasana (Upward Salute)
- Uttanasana (Standing Forward Bend)
- Lunge
- Plank Pose
- Chaturanga Dandasana (Four-Limbed Staff Pose)
- Urdhva Mukha Svanasana (Upward-Facing Dog P
- Adho Mukha Svanasana (Downward-Facing Dog Pose ose)
(mw/pl/gg/wp)

Rabu, 18 Juni 2014

MAKNA LAMBANG SWASTIKA


Swastika merupakan salah satu simbol yang paling disucikan dalam tradisi Hindu, merupakan contoh nyata tentang sebuah simbol religius yang memiliki latar belakang sejarah dan budaya yang kompleks sehingga hampir mustahil untuk dinyatakan sebagai kreasi atau milik sebuah bangsa atau kepercayaan tertentu.

Diyakini sebagai salah satu simbol tertua di dunia, telah ada sekitar 4000 tahun lalu (berdasarkan temuan pada makam di Aladja-hoyuk, Turki), berbagai variasi Swastika dapat ditemukan pada tinggalan-tinggalan arkeologis ( koin, keramik, senjata, perhiasan atau pun altar keagamaan) yang tersebar pada wilayah geografis yang amat luas.

Wilayah geografis tersebut mencakup Turki, Yunani, Kreta, Cyprus, Italia, Persia, Mesir, Babilonia, Mesopotamia, India, Tibet, China, Jepang, negara-negara Skandinavia dan Slavia, Jerman hingga Amerika.

Budha mengambil swastika untuk menunjukkan identitas Arya.

Makna simbul Swastika adalah Catur Dharma yaitu empat macam tugas yang patut kita Dharma baktikan baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk umum (selamat, bahagia dan sejahtra) yaitu:
1. Dharma Kriya = Melaksanakan swadharma dengan tekun dan penuh rasa tanggung jawab
2. Dharma Santosa = Berusaha mencari kedamaian lahir dan bathin pada diri sendiri.
3. Dharma Jati=Tugas yang harus dilaksanakan untuk menjamin kesejahtraan dan ketenangan keluarga dan juga untuk umum
4. Dharma Putus=Melaksanakan kewajiban dengan penuh keikhlasan berkorban serta rasa tanggung jawab demi terwujudnya keadilan social bagi umat manusia.

Makna yang lebih dalam yaitu Empat Tujuan Hidup yaitu Catur Purusartha / Catur Warga: Dharma, Kama, Artha, Moksa.
1. Dharma = Kewajiban/kebenaran/hukum/Agama/Peraturan/Kodrat
2. Artha = Harta benda / Materi
3. Kama = Kesenangan / Hawa Nafsu
4. Moksa = Kebebasan yang abadi

Swastika dalam berbagai bangsa
Simbol ini, yang dikenal dengan berbagai nama seperti misalnya Tetragammadion di Yunani atau Fylfot di Inggris, menempati posisi penting dalam kepercayaan maupun kebudayaan bangsa-bangsa kuno, seperti bangsa Troya, Hittite, Celtic serta Teutonic. Simbol ini dapat ditemukan pada kuil-kuil Hindu, Jaina dan Buddha maupun gereja-gereja Kristen (Gereja St. Sophia di Kiev, Ukrainia, Basilika St. Ambrose, Milan, serta Katedral Amiens, Prancis), mesjid-mesjid Islam ( di Ishafan, Iran dan Mesjid Taynal, Lebanon) serta sinagog Yahudi Ein Gedi di Yudea.

Swastika pernah (dan masih) mewakili hal-hal yang bersifat luhur dan sakral, terutama bagi pemeluk Hindu, Jaina, Buddha, pemeluk kepercayaan Gallic-Roman (yang altar utamanya berhiaskan petir, swastika dan roda), pemeluk kepercayaan Celtic kuna (swastika melambangkan Dewi Api Brigit), pemeluk kepercayaan Slavia kuno (swastika melambangkan Dewa Matahari Svarog) maupun bagi orang-orang Indian suku Hopi serta Navajo (yang menggunakan simbol itu dalam ritual penyembuhan). Jubah Athena serta tubuh Apollo, dewa dan dewi Yunani, juga kerap dihiasi dengan simbol tersebut.

Di pihak yang lain, Swastika juga menempati posisi sekuler sebagai semata-mata motif hiasan arsitektur maupun lambing entitas bisnis, mulai dari perusahaan bir hingga laundry.

Bahkan perusaha besar Microsoft menggunakan lambang swastika miring ke kanan 45 derajat, mungkin sebagai lambang keberuntungan. Karena sampai saat ini tercatat sebagai perusahaan terkaya di Dunia.

Bahkan, swastika juga pernah menjadi simbol dari sebuah kekejaman tak terperi saat Hitler menggunakannya sebagai perwakilan dari superioritas bangsa Arya. Jutaan orang Yahudi tewas di tangan para prajurit yang dengan bangga mengenakan lambang swastika (Swastika yang “sinistrovere”: miring ke kiri sekitar 45 derajat) di lengannya.
Swastika sebagai lambang Dewa Ganesha (anak Shiva yang bermuka gajah), sebagai makna Catur Dharma.

Kata Krishna pada Arjuna di medan pertempuran .. ketika Arjuna harus berperang melawan saudaranya sendiri inilah yang salah ditapsirkan oleh Hitler yaitu “Lakukanlah apapun yang harus kau laukukan selama itu adalah tugasmu. Kau harus mengemban tugasmu dengan baik walaupun itu berarti harus membunuh (untuk kebaikan), karena melakukan tugasmu dengan baik adalah bentuk pengabdian pada Tuhan”

Hitler mungkin tertarik pada arti swastika makanya dia mengambil lambang swastika dan membaliknya, makanya dia bisa mambunuh dengan tanpa rasa bersalah. Karena dia berpikir apa yang diperbuatnya adalah apa yang benar. Dia berlindung dibawah Swastika yang arahnya terbalik, yang semestinya untuk makna Catur Dharma.(Mw/Gg/PL/PS)

SEJARAH AGAMA HINDU (dan Asal Usulnya)

Menurut R. Antoine, sangatlah sulit untuk mendefinisikan Hinduisme, karena “Hinduisme bukanlah satu agama dengan syahadat tunggal yang harus dipatuhi oleh semua orang. Hinduisme lebih merupakan sebuah federasi berbagai pendekatan terhadap realitas yang berada dibalaik kehidupan”.
Selain pluralitas doktrin, aliran serta latihan, ada dua unsur yang membuat elaborasi definisi menjadi sulit. Pertama, Hinduisme tidak memiliki pendiri seperti dalam agama Buddihisme, Kristen, dan Islam, kedua, Hinduisme tidak memiliki tubuh otoritas yang merumuskan batas-batas dogma. Oleh karena itu disini penulis akan menjelaskan asl usul nama Hindu dan bagaimna sejarah India Kuno. B. Asal Usul Nama Hindu Pendiri Hinduisme tidak diketahui dan titik awalnya merujuk pada masa pra-sejarah. Hinduisme juga merupakan tradisi religious utama yang tertua. Menurut Yong Choon Kim, Hinduisme juga seringkali disebut sebagai agama ahistoris dan nonhistoris, karena tidak memiliki awal sejarah dan tidak ada pendiri tunggal. Menurut tradisi, seseorang tidak dapat menjadi seorang Hindu kecuali ia dilahirkan dalam keluarga Hindu. Sebelum kata “Hindu” dan “Hinduisme” diterima, ada istilah-istilah yang diperkenalkan oleh orang asing, yakni: orang Persia, Yunani dan Inggris. Umat Hindu menyebut tradisi mereka sebagai Vaidika Dharma, Artinya Dharmanya weda. Dalam bahasa Persia, kata Hindu berakar dari kata Sindhu (Bahasa Sanskerta). Dalam Reg Weda, bangsa Arya menyebut wilayah mereka sebagai Sapta Sindhu (wilayah dengan tujuh sungai di barat daya anak benua India, yang salah satu sungai tersebut bernama sungai Indus). Hal ini mendekati dengan kata Hapta-Hendu yang termuat dalam Zend Avesta — sastra suci dari kaum Zoroaster di Iran. Pada awalnya kata Hindu merujuk pada masyarakat yang hidup di wilayah sungai Sindhu. Hindu sendiri sebenarnya baru terbentuk setelah Masehi ketika beberapa kitab dari Weda digenapi oleh para brahmana. Pada zaman munculnya agama Buddha, agama Hindu sama sekali belum muncul semuanya masih mengenal sebagai ajaran Weda. Riwayat Hinduisme yang diketahui paling dini terdapat pada peradaban Lembah Sungai Indus. Kata itu sendiri berasal dari bahasa Sansekerta untuk Sungai Indus, Sidddhu, kata yang oleh bangsa Persia kuno diucapkan sebagai “Hindu”. Tidak lama sebelumnya kata itu digunakan untuk menyebut semua bangsa India pada umumnya, tetapi sekarang kata itu hanya digunakan untuk menyebut pengikut Hinduisme.[4] Agama Hindu lahir dan berkembang pertama kalinya dilembah sungai suci Sindhu di India. Agama Hindu adalah sebuah agama yang berasal dari anak benua India. Agama ini merupakan lanjutan dari agama Weda (Brahmanisme) yang merupakan kepercayaan sebangsa Indo-Iran (Arya). Agama ini diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM. Agama ini merupakan agama ketiga terbesar di dunia setelah agama Kristen dan Islam dengan jumlah umat sebanyak hampir 1 miliar jiwa. Penganut agama Hindu sebagian besar terdapat di anak benua India. Di sini terdapat sekitar 90% penganut agama ini. Agama ini pernah tersebar di Asia Tenggara sampai kira-kira abad ke-15, lebih tepatnya pada masa keruntuhan Majapahit. Mulai saat itu agama ini digantikan oleh agama Islam dan juga Kristen. Pada masa sekarang, mayoritas pemeluk agama Hindu di Indonesia adalah masyarakat Bali, selain itu juga yang tersebar di pulau Jawa, Lombok, Kalimantan (Suku Dayak Kaharingan), Sulawesi (Toraja dan Bugis - Sidrap). Agama ini timbul dari bekas–bekas runtuhan ajaran–ajaran Weda dengan mengambil pokok pikiran dan bentuk–bentuk rupa India purbakala dan berbagai kisah dongeng yang bersifat rohani yang telah tumbuh disemenanjung itu sebelum kedatangan bangsa Arya. Dengan sebab ini para peneliti menganggap Agama Hindu sebagai kelanjutan dari ajaran – ajaran Weda dan menjadi bagian dari proses evolusinya. Menurut para sarjana, agama hindu terbentuk dari campuran antara agama India asli dengan agama atau kepercayaan bangsa Arya. Agama Hindu adalah suatu agama yang berevolusi dan merupakan kumpulan adat-istiadat dan kedudukan yang timbul dari hasil penyusunan bangsa Arya terhadap kehidupan mereka yang terjadi pada satu generasi ke generasi yang lain sesudah mereka datang berpindah keIndia dan menundukkan penduduk aslinya serta membentuk suatu masyarakat sendiri diluar pengaruh penduduk asli itu. Sejarah agama Hindu dimulai dari zaman perkembangan kebudayaan–kebudayaan besar di Mesopotamia dan Mesir. Karena rupanya antara tahun 3000 dan 2000 sebelum Masehi dilembaga sungai Indus sudah ada bangsa–bangsa yang peradapannya menyerupai kebudayaan bangsa Sumeria di daerah sungai Eufrat dan Tigris, maka terdapat peradapan yang sama di sepenjang pantai dari laut Tengah sampai ke Teluk Benggal. Penduduk India pada zaman itu terkenal sebagai bangsa Dravida. Bangsa Dravida adalah bangsa yang berkulit hitam dan berhidung pipih, berperawakan kecil dan berambut keriting. Sistem kepercayaan bangsa dravida sebelum masuknya agama Hindu. Bangsa Dravida melahirkan budaya pertapaan menyiksa diri yang beranggapan bahwa jiwa itu tidak sama dengan badan, jika mereka menyatukan badan dengan jiwa maka itu dianggap sebagai bentuk kekekalan. System kepercayaannya seperti orang meditasi, bertapa mengembara, selimbat (tidak menikah), melatih fikiran, mencari jalan kematian dan kelahiran (mencapai kebebasan). Antara tahun 2000 dan 1000 sebelum Masehi dari sebelah utara masuk ke India kaum Arya, yang memishkan diri dari kaum sebangsanya di Iran yang memasuki India melalui jurang–jurang di pegunungan Hindu Kush. Bangsa Arya adalah bangsa yang berkulit putih dan berbadan tanggap, bentuk hidungnya melengkung sedikit. Kepercayaan bangsa Arya sebelum masuk agama Hindu, Pada awalnya bangsa Arya belum mengenal sistem kepercayaan yang mapan dan terorganisir. Mereka melakukan pemujaan-pemujaan yang ditujukan pada fenomena-fenomena alam, seperti; sungai, gunung dan pegunungan, laut, halilintar, matahari, bulan bintang, batu-batu besar, pohon-pohon besar, dan lain-lain. Tetapi terkadang fenomena alam menjadi sesuatu yang menakutkan bagi mereka, yang mereka anggap alam menjadi marah, murka, bahkan mengamuk. Dengan pengalaman tersebut, mereka memulai melakukan pemujaan-pemujaan terhadap fenomena-fenomena alam tersebut bertujuan untuk menentramkan fenomena-fenomenaalam yang mereka anggap sebagai penganggu. Bangsa Arya mempunyai tahap-tahap dalam system keprcayaan yaitu 1. Totheisme atau Totemisme atau Antrophomorphisme, adalah tahap di mana persembahan yang mereka berikan masih sangat sederhana kepada fenomena-fenomena alam (sungai, batu, guning, pohon, dan sebagainya). 2. Polytheisme, pada tahap ini mereka beranggapan bahwa fenomena-fenomena alam tersebut dianggap memiliki suatu kekuatan dan mereka menganggapnya sebagai dewa. Mereka mulai memuja dewa-dewa seperti; Dewa Air (Baruna), Dewa Matahari (Suriya), Dewa Angin (Bayu), dan lain-lain. 3. Henotheisme, di tahap ini mereka cenderung memfavoritkan pada dewa-dewa tertentu untuk suatu periode, sehingga kefavoritan menjadi berganti-ganti unutk satu periode sesuai dengan keadaan. Bila pada musim kemarau, mereka memuja dan memfavoritkan kepada Dewa Hujan, pada musim bercocok tanam mereka memuja Dewa Air, dan sebagainya. 4. Monotheisme, pada tahap ini mereka hanya memuja pada satu dewa yang mereka kenal sebagai dewa pencipta segalanya (Pajapati), mereka beranggapan bahwa Pajapati adalah sebagai pencipta alam semesta. Pajapati sering dianggap sebagai dewa yang bertugas menciptakan semua hal dan kemudian berkembang gagasan tentang Brahma. Dari tahap Antrophomorphisme, Polytheisme, kemudian tahap Henotheisme, sampai pada tahap Monotheisme itu disebut tahap Yadnya Marga atau Karma Marga, karena mereka cenderung masih melakukan upacara-upacara persembahan atau upacara kurban dengan tujuan agar mendapatkan berkah, pahala, kebahagiaan, dan keselamatan. 5. Monisme atau Pantheisme, adalah tahap di mana mereka tidak lagi menyembah dewa-dewa. Mereka meyakini atau berprinsip bahwa ada suatu sumber dari segala sesuatu, yaitu yang mereka namakan sebagai Roh Universal (Maha Atman). Dan mereka juga meyakini bahwa setiap benda atau bentukan memiliki Roh Individu yang mereka namakan Puggala Atman. Di tahap ini yang semakin berkembang mereka melakukan suatu pencarian, bagaimana agar Puggala Atman dapat bersatu dengan Maha Atman. Setelah bangsa Arya menempati sungai Indus, bercampurlah mereka dengan penduduk asli bangsa Dravida. Semula orang beranggapan bahwa kebudayaan India itu seluruhnya merupakan kebudayaan yang dibawa oleh bangsa Arya, tetepi setelah penggalian–penggalian di Mohenjo Daro dan Hatappa, berubah pandangan orang. Ternyata kebudayaan bangsa Arya lebih rendah dari pada bangsa Dravida. Jadi dapat dikonstatasi dengan jelas, bahwa agama Hindu tumbuh dari dua sember yang berlainan, tumbuh dari perasaan dan pikiran keagamaan dua bangsa yang berlainan, tetapi kemudian lebur menjadi satu. C. Sejarah India Kuno Penemuan kebudayaan di sungai India kuno, berawal pada abad ke-19 (tahun 1870), dan mulai dieksplorasi oleh bangsa Inggris. Hingga sekarang, penggalian kebudayaan sungai India kuno tidak pernah berhenti, bahkan menemukan lagi sebuah aliran sungai kuno lainnya, pada dua sisi aliran sungai kuno ini tidak sedikit ditemukan juga peninggalan kuno lainnya. Di dalam sejarah India kuno terdapat perdapan Lembah sungai Indus, peradaban Mohenjodaro dan Harappa, Invansi bangsa Arya. 1. Peradaban Lembah Sungai Indus (gambar peradaban Lembah sungai Indus. Setelah mendiami areal seluas ukuran Eropa barat di wilayah yang sekarang Pakistan dan India barat, daerah itu dihuni sejak tahun 7000 SM. Meskipun menjadi salah satu peradaban kuno terbesar, tidak banyak yang diketahui tentang peradaban Harappa, terutama karena bahasa mereka belum bisa diterjemahkan.) Peradaban Lembah Sungai Indus, 2800 SM–1800 SM, merupakan sebuah peradaban kuno yang hidup sepanjang Sungai Indus dan Sungai Ghaggar-Hakra yang sekarang Pakistan dan India Barat. Peradaban ini sering juga disebut sebagai Peradaban Harappan Lembah Indus, karena kota penggalian pertamanya disebut Harappa, atau juga Peradaban Indus Sarasvati karena Sungai Sarasvati yang mungkin kering pada akhir 1900 SM. Panjang Sungai Indus kurang lebih 2900 kilometer. Pemusatan terbesar dari Lembah Indus berada di timur Indus, dekat wilayah yang dulunya merupakan Sungai Sarasvati kuno yang pernah mengalir.[10] Sisa peradaban Lembah Sungai Indus ditemukan peninggalannya di dua kota, yaitu Mohenjodaro dan Harappa. Kebudayaan Indus ini didukung oleh bangsa Dravida yang berbadan pendek, berhidung pesek, berkulit hitam, berambut keriting. Kebudayaan Indus berhasil diteliti oleh seorang arkeolog Inggris, Sir John Marshal, yang dibantu Banerji (orang India). Mata pencaharian bangsa Dravida adalah bercocok tanam, yang dibuktikan dengan ditemukannya cangkul, kapak, dan patung Dewi Ibu yang dianggap lambang kesuburan. Hasil pertanian berupa gandum dan kapas. Sudah ada saluran irigasi untuk mencegah banjir serta untuk pengairan sawah-sawah rakyat. Dalam perdagangan terlihat adanya hubungan dengan Sumeria di Lembah Eufrat dan Tigris, yang diperdagangkan adalah keramik dan permata. Perkembangan kepercayaan Lembah Sungai Indus. Masyarakat Lembah Sungai Indus telah mengenal cara penguburan jenazah, tetapi, hal ini disesuaikan dengan tradisi suku bangsanya. Di Mohenjodaro contohnya, masyarakatnya melakukan pembakaran jenazah. Asumsi ini didapat karena pada letak penggalian Kota Mohenjodaro tidak terdapat kuburan. Jenazah yang sudah dibakar, lalu abu jenazahnya dimasukkan ke dalam tempayan khusus. Namun ada kalanya, tulang-tulang yang tidak dibakar, disimpan di tempayan pula. Objek yang paling umum dipuja pada masa ini adalah tokoh “Mother Goddess”, yaitu tokoh semacam Ibu Pertiwi yang banyak dipuja orang di daerah Asia Kecil. Mother Goddess digambarkan pada banyak lukisan kecil pada periuk belanga, materai, dan jimat-jimat. Dewi-dewi yang lain nampaknya juga digambarkan dengan tokoh bertanduk, yang terpadu dengan pohon suci pipala. Ada juga seorang dewa yang bermuka 3 dan bertanduk. Lukisannya terdapat pada salah satu materai batu dengan sikap duduk dikelilingi binatang. Dugaan ini diperkuat dengan ditemukannya gambar lingga yang merupakan lambang Dewa Siwa. Namun, kita juga tidak dapat memastikan, apakah wujud pada materai tersebut menjadi objek pemujaan atau tidak. Meskipun demikian, dengan adanya bentuk hewan lembu jantan tersebut, pada masa kemudian, bentuk hewan seperti ini dikenal sebagai Nandi, yaitu hewan tunggangan Dewa Siwa.Sudah mengenal sistim kepercayaan menyembah banyak dewa (politeisme) serta segala sesuatu yang dianggap keramat. Contohnya adalah pohon pipal dan beringin yang oleh umat Buddha dianggap pohon suci, binatang yang dipuja adalah gajah dan buaya. Kita tidak tahu banyak tentang peradapan Lembah Indus. Namun, patung-patung para dewi yang dibuat pada zamannya memberi kesan bahwa orang-orang Lembah Indus sangat menekankan pentingnya kesuburan wanita. Beberapa dewa dan dewi Hindu, seperti Shiva, mungkin merupakan keturunan dari para dewi yang hidup pada zaman sebelumnya. 2. Peradaban Mohenjodaro dan Harappa Munculnya peradaban Harappa lebih awal dibanding kitab Veda, saat itu bangsa Arya belum sampai India. Waktunya adalah tahun 2500 sebelum masehi, bangsa Troya mendirikan kota Harappa dan Mohenjondaro serta kota megah lainnya didaerah aliran sungai India. Tahun 1500 sebelum masehi, suku Arya baru menjejakkan kaki di bumi India Kuno. Asal mula peradaban India, berasal dari kebudayaan sungai India, mewakili dua kota peninggalan kuno yang paling penting dan paling awal dalam peradaban sungai India, yang sekarang letaknya di kota Mohenjodaro, propinsi Sindu Pakistan dan kota Harappa dipropinsi Punjabi. Mohenjo-daro adalah salah satu situs dari sisa-sisa permukiman terbesar dari Kebudayaan Lembah Sungai Indus, yang terletak di propinsi Sind, Pakistan. Dibangun pada sekitar tahun 2600 SM, kota ini adalah salah satu permukiman kota pertama di dunia, bersamaan dengan peradaban Mesir Kuno, Mesopotamia dan Yunani Kuno. Arti dari Mohenjo-daro adalah “Bukit orang mati”. Seringakali kota tua ini disebut dengan “Metropolis Kuno di Lembah Indus”. (Peta kota Mohenjodaro dan Happah. Pembangunan kota Harappa adalah pada masa sebelum bangsa Arya memasuki wilayah peradaban Lembah Hindus, yakni sekitar 2500 SM. Bangsa asli India mendirikan kota megah dikawasan ini hingga tahun 1500 SM ketika bangsa Arya mulai bercampur dengan penduduk asli) Harappa ialah sebuah kota di Punjab, timur laut Pakistan sekitar 35 km tenggara Sahiwal. Kota ini terletak di bantaran bekas Sungai Ravi. Munculnya peradaban Harappa lebih awal dibanding kitab Veda, saat itu bangsa Arya belum sampai India. Waktunya adalah tahun 2500 sebelum masehi, bangsa Troya mendirikan kota Harappa dan Mohenjondaro serta kota megah lainnya didaerah aliran sungai India. Kota modernnya terletak di sebelah kota kuno ini, yang dihuni antara tahun 3300 hingga 1600 SM. Di kota ini banyak ditemukan relik dari masa Budaya Indus, yang juga terkenal sebagai budaya Harappa. Harappa memiliki lay-out kota yang sangat canggih. Mohenjodaro dan Harappa merupakan kota terbesar yang berada di lembah sungai Indus. Mohenjo-daro dan Harappa merupakan peradaban yang tinggi nilainya, yang ditandai dengan adanya kota yang teratur penataannya. Rancangan kota Mohenjodaro dan Harappa termasuk kota pertama di dunia yaitu menggunakan sanitasi sistem. Penataan masa pembangunan yang diterapkan oleh kota Mohenjodaro adalah organisasi grid. Jalan yang ada berupa saling tegak lurus dan berjajar sehingga membentuk blok-blok (berupa kotak-kotak) yang digunakan sebagai tempat pendirian bangunan. Konsep ini dapat dilihat pada penataan kawasan perumahan modern maupun apartemen yang tiap rumah tertata sangat rapih dan berada dijalur lurus. Didalam kota rumah-rumah individu atau kelompok dibangun dalam suatu pemukiman dengan memungkinkan sirkulasi udaranya, dengan jalan agar selalu mendapatkan udara yang segar. Dengan kata lain sistem sirkulasi udara di Mohenjodaro pada waktu itu sudah ada. Air yang berada dirumah-rumah bersal dari sumur. Dari sebuah ruangan yang tampaknya terlah disishkan untuk mandi, air limbah diarahkan kesaluran tertutup yang berbasis di jalan utama. Indus kuno sistem pembuangan air kotor dan saluran air yang dikembangkan dan digunakan dikota-kota diseluruh wilayah Indus jauh lebih maju dari pada yang ditemukan di lokasi perkotaan kontemporer di Timur Tengah dan bahkan lebih efisien dari pada yang ada di banyak daerah di Pakistan dan India. Mohenjodaro dan Harappa juga menggunakan sistem irigasi, hal ini dilihat dari pembuatan pemukiman sudah dipertimbangkan agar rumah-rumah tidak terkena banjir dengan membuat jalan air. Semua rumah memiliki fasilitas air dan saluran air. Saluran air kota yang digunakan sebagai pembuangan air dibangun dibawah tanah dengan menggunakan bahan batu bata. Mengingat banyaknya patung-patung ditemukan di lembah Indus telah secara luas menyatakan bahwa orang-orang Mohenjodaro dan Harappa menyembah patung yang di sebut ibu dewi yang melabangkan kesuburan. Beberapa lembah Indus menunjukan swastika yang dikemudian hari, agama dan mitologi, khususnya di India agama-agama Hinduisme dan Jainisme. Bukti paling awal unsur-unsur Hindu yang ada sebelum dan sesudah awal periode harappa ditemukan simbol-simbol Hindu yang berupa siva lingam. Kota Mohenjodaro dan Harappa hilang menjadi kota mati sekitar tahun 1750 SM. Beberapa faktor yang mengakibatkan penduduknya meninggalkan kota adlah adanya invansi yang dilakukan oleh bangsa Arya ke daerah peradaban Hindustan pada sekitar tahun tersebut. Pada tahun itu hingga 1000 tahun setelahnya, tidak ada pembanguna kota dengan peradaban tinggi lagi di wilayah tersebut. Puing-puing bekas bangunan yang masih berada di kota tersebut tampak sangat teratur dalam penataannya. Puing-puing tersebut terbuat dari bahan yang sama, yakni batu bata tanah liat. Kondisi masa lalu memperlihatkan bahwa system kota yang di terpakan di kota Mohenjodaro dan Harappa sudah sangat maju dengan adanya teknik penataan kota seperti masa sekarang, yakni adanya pola jalan raya dan adanya saluran air bawah tanah. 3. Invansi Bangsa Arya Pendukung peradaban Lembah Sungai Gangga adalah bangsa Arya. Mereka datang dari daerah Kaukasus dan menyebar ke arah timur. Bangsa Arya memasuki wilayah India antara tahun 200-1500 SM, melalui Celah Kaibar di Pegunungan Hirnalaya dan Widya Kedna. Bangsa Arya adalah bangsa peternak dengan kehidupan yang terus mengembara. Setelah berhasil mengalahkan bangsa Dravida di Lembah Sungai Indus dan menguasai daerah yang subur, akhirnya mereka hidup menetap. Selanjutnya, mereka menduduki Lembah Sungai Gangga dan terus mengembangkan kebudayaannya. Kebudayaan campuran antara kebudayaan bangsa Arya dengan bangsa Dravida dikenal dengan sebutan kebudayaan Hindu. Perkembangan sistem pemerintahan di Lembah Sungai Gangga merupakan kelanjutan sistem pemerintahan masyarakat di daerah Lembah Sungai Indus. Runtuhnya Kerajaan Maurya menjadikan keadaan kerajaan menjadi kacau dikarenakan peperangan antara kerajaan-kerajaan kecil yang ingin berkuasa. Keadaan yang kacau, mulai aman kembali setelah munculnya kerajaan-kerajaan baru. Kerajaan-kerajaan tersebut di antaranya Kerajaan Gupta dan Kerajaan Harsha. Selama bertahun-tahun kita mengetahui bahwa Bangsa Arya datang menginvasi bangsa Dravida. Mereka meninggalkan daerahnya karena telah terjadi desakan bangsa-bangsa. Kedatangannya di India harus menyingkirkan terlebih dulu masyarakat sebelumnya, yakni masyarakat pendukung kebudayaan Mohenjodaro dan Harappa yaitu bangsa Dravida yang berciri-ciri berhidung pipih, bibir tebal, serta kulit hitam (menurut kitab Veda). Dengan kemajuan kebudayaannya, mereka dapat menggeser suku bangsa Dravida ke arah selatan, ke wilayah yang kurang subur. Veda dibawa oleh bangsa Arya yang memenangkan perang dengan bangsa Dravida yang lebih dahulu menempati lembah sungai Indus. Ini artinya bahwa kitab Veda bukan berasal dari India tapi dibawa dan berkembang di India. Kitab Veda yang dibawa oleh bangsa Arya dibuat setelah kebudayaan Mohenjodaro dan Harappa runtuh, sekitar 1500 SM. Setelah bangsa Arya berhasil mengusir suku bangsa Dravida, ia menetap di lembah sungai Indus, pasca runtuhnya kota Mohenjodaro dan Harappa.(Mw/WP/PS/BG